Jumat, 20 Maret 2009

UKS Keamanan '06

Terima kasih buat UKS Publikasi yang mau menampung cerita/curhat per UKS di dalam LC Team’06. Kami dari UKS Keamanan ingin menceritakan suka dukanya sekaligus. Yaitu ketika ronda malam yang bekerja sama dengan UKM Keamanan, ketika adanya kasus pencurian di kampus kita ini. Sebenarnya dibilang suka tidak dan dibilang duka juga tidak, soalnya ni adalah kerelaan. Walaupun hanya dengan kopi mix dicampur dengan air dingin untuk menahan ngantuk. Dan yang paling asyik yaitu mendengar gonggongan ajing, walaupun terkadang yang digonggong hanyalah kodok. Tapi asyik juga mengelilingi kampus STT HKBP satu malaman (olah raga semalam suntuk). Dan bingung juga, soalnya semalaman ngaronda tapi satpam ga ada keliatan, entah dimana. Mungkin Lost in The Rain
Tapi yang pasti asyik juga bekerja sama dengan stambuk 06, habis lebih banyak kerja sama dan saling menghargai, yang penting asyklah. sukses untuk LC Team ’06.



Kamis, 19 Maret 2009

Olah Raga Di Dalam Little Candle


Seperti yang sudah kita ketahui UKS Olah Raga mengadakan lari pagi setiap Sabtu yang diadakan pada jam 05’00 s/d selesai, sesuai denga program yang di ajukan Oleh UKS Olah Raga. Dan inilah menurut kami yang paling menarik diantara kegiatan Olah Raga yang di adakan oleh UKS Olah Raga beserta dengan anggota LC Team, karena selain meningkatkan kesehatan juga meningkatkan kekompakan antar sesama anggota yang melibatkan Astra dan Astri.
Sebenarnya kegiatan Olah Raga lainnya juga banyak yang menarik perhatian dari anggota LC Team, seperti sepak bola, bola volley, futsal dll. Karena dengan pertandingan-pertandingan yang dilakukan oleh LC team nampaklah bagaimana dukungan anggota LC Team kepada timnya dan selalu berusaha menunjukkan sportivitas. Namun dukunngan seperti itu hanya nampak ketika KORSWA berlangsung, itupun masih banyak anggota yang cuek dan tidak mau tahu, karena banyak anggota yang menganggap bahwa itu hanya membuang-buang waktu saja. Untuk itulah UKS Olah Raga melihat ada kegiatan yang menarik diantara yang menarik. Yang lebih menarik adalah lari pagi, karena dengan kegiatan ini dapat menimbulkan rasa kekompakan dengan dibumbui adanya canda tawa bagi mereka yang mengikutinya.

Terima Kasih
UKS Olah Raga
LC Team

Mencari Tuhan























Kepada Yang lemah aku mengiba
Melihat nasi sisa diperebutkan
Alkitab bilang, Tuhan pada yang lemah
Tapi mereka justru menjebak kakiku
Mencari kekurangan untuk diperebutkan
Lalu aku pergi kepada teman
Melihat asa-asa hitam ambisi hidup
Alkitab bilang, Tuhan juga pada yang fasik
Lagi-lagi justru mereka mengikat tanganku
Memaksaku menulis garis-garis persaingan
Aku harus kemana?
Mencari Tuhan menguatkan hati.
Mungkin aku harus pergi kepada yang kutahu suci
Melihat wajah-wajah palsu penuh luka
Sungguh aku mengira mereka Tuhan, untuk bersinar
Tapi justru mereka rasul-rasul pengikut dunia
Kemana lagi aku Tuhan?
Mencari Tuhan atau mati.
Aku menangis diatas airmataku sendiri
Ternyata Tuhan lebih dekat dari yang kucari



Mzm 116:6 TUHAN memelihara orang-orang sederhana;
aku sudah lemah, tetapi diselamatkannya aku.

Untuk LC Renungkan...

Satu Harapan Lagi Untuk Edward
Salju di luar masih turun. Lelaki itu menatap lusuh. Hampir sebulan. Berdiri di dekat jendela, menatap keluar, menceritakan kepedihannya, dan menyampaikan harapan yang tak kunjung terwujud.
Sesekali ia menoleh ke sosok yang sedang terbaring di tempat tidur, tak bergeming. Hampir sebulan.
“Andai aku bisa menggantikanmu. Aku tahu kau pasti sudah bosan berbaring di situ…” dia tak sadar mengucapkan kata-kata itu.
Aroma dingin menusuk ke tulang. Ternyata malam sudah larut sekali. Ditutupnya jendela dan disibakkannya gorden menutup pandangan ke luar sana.
Seperti yang biasa dilakukannya, dia membisikkan sebuah harapan ke telinga kakak laki-lakinya yang terbaring di situ, sebelum terlelap dalam tidur.
“Bangunkan aku besok pagi…”

***

Raut wajah dokter itu terlihat tak meyakinkan.
“Ada apa, dok?” tanyanya, yang diikuti rasa ragu.
Sang dokter tersenyum, namun pura-pura…
“Tuhan yang menciptakan manusia akan membawa kembali ciptaan-Nya…”
Lelaki itu emosi. Dicengkeramnya jas sang dokter dengan penuh geram.
“Apa maksudmu? Kakakku harus hidup! Dia harus hidup!”
“Anak muda! Kami tak mungkin membiarkan dia mati, tidak…!! Percayalah pada keajaiban! Serahkan semua kepada Tuhan! Bukan kepada kami seutuhnya!”
Dia semakin geram, diajukannya tinjunya hendak memukul sang dokter,
“Kurang ajar…”
“Edwin…!” tiba-tiba seorang ibu memasuki ruangan itu.
Dia mengurungkan niatnya untuk memukul sang dokter. Dengan emosi yang menyesak dadanya, ia meninggalkan ruangan itu. Ibunya hanya bisa menatapnya iba. Dan sang dokter tidak mampu membahagiakannya.

***

Di luar salju begitu dingin. Langkahnya begitu gontai. Seperti tak dirasanya butir-butir salju yang menyapa kulitnya. Dia tidak memakai sweater. Hanya sehelai syal.
“Mr. Rowland Shop. For Delicious Cake And Fresh Drink ”. Dia membaca papan nama di atas toko itu.
Diingatnya, dia bersama Edward, kakaknya, bersama-sama membaca papan nama itu sebelum masuk, kemudian dengan senyum memasuki toko untuk kemudian memesan tempat. Duduk di tempat yang mereka suka lalu menunggu Pak Rowland mendatangi mereka sambil berkata, ‘Apa yang kalian pesan hari ini?’
Ah, itu dulu. Sebelum Edward terkapar di rumah sakit.
“Apa yang kau pesan hari ini?”
“Edwin… kau melamun?”
“Edwin Capone? Kau dengar aku?”
Dia tersentak. Di seberang mejanya duduk seorang pria berusia sekitar 58 tahun.
“Ah, Pak Rowland…”
“Kenapa? Ini pertama kalinya kau seperti orang tak mau hidup…!”
Edwin terdiam.
“Baiklah, panggil aku jika kau sudah ingin bicara.” Pak Rowland beranjak dari kursinya.
“Pak Rowland…” cegahnya.
“Ya?!” Pak Rowland kembali duduk.
“Kau percaya keajaiban, Pak Rowland?”
Pak Rowland mengernyitkan keningnya.
“Sebentar…” dia pergi. Lalu sesaat kemudian dia dating membawa segelas cappuccino hangat dan sepotong kue mocca dengan chery di atasnya, kesukaan Edwin.
“Kau sudah lama tak kemari. Kau pasti belum sarapan, ya ‘kan?”
“Terimakasih, Pak Rowland…”
Seperti mengulang memori yang telah lama hilang, kue mocca itu terasa manis di lidahnya. Sedikit kegalauannya terobati oleh hangatnya cappuccino spesial buatan Pak Rowland. Namun tiba-tiba hatinya sedih lagi.
“Aku merindukannya. Hampir sebulan aku tak mendengar tawanya, nasehatnya, dan sikap optimisnya. Kenapa, sih dia keras kepala? Dia hanya tahu menasehatiku, tanpa pernah mau mendengar nasehatku. Coba dia tidak pernah bergumul dengan mariyuana dan kokain brengsek itu, kecelakaan itu tidak akan pernah terjadi! ” direguknya cappuccino dan dipotongnya kue… dengan emosi yang tertahan ia mengunyah kue itu.
Pak Rowland melihat mata Edwin basah. Dia selalu seperti itu untuk menyembunyikan tangis dan emosinya.
“Tak berguna… sungguh tak berguna bila kau hanya mendatangiku. Kau tidak tahu bahwa sesungguhnya ada orang yang benar-benar bisa menjawab pertanyaanmu tentang keajaiban. Kau harus optimis. Ingatlah, masa depan itu sungguh ada dan harapanmu tidak akan hilang.”
Tiba-tiba ponsel Edwin bordering. Ternyata dari ibunya.
“Ada apa, Mom?”
“Edward…Edward…” ibunya terisak-isak. Dia sampai tak mampu berkata-kata.
Edwin panik.
“Ada apa dengannya? Kenapa Edward? Kenapa, Mom? Izinkan aku bicara dengan dokter Rogers, Mom… berikan kepada dokter Rogers!”
Ibunya masih menangis ketika telepon dialihkan kepada dokter Rogers.
“Edwin… sudah tidak ada lagi harapan untuk Edward. Waktunya kurang lebih dua hari lagi. Kecuali ada keajaiban. Kami sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi…”
Darahnya berdesir.
Pembicaraan terputus.
“Pak Rowland… siapa orang itu? Siapa orang yang bisa memberikan keajaiban itu? Bawa aku pada orang itu sekarang juga, Pak Rowland! ”
“Orang itu adalah Tuhanmu sendiri!”

***

Di bangku gereja bagian depan, masih pagi waktu itu…
“Bapa di surga,
Izinkan aku menyampaikan permohonanku
Sebelum aku pergi meninggalkan-Mu.
Berikan Edward satu kesempatan lagi.
Bapa di surga…
Aku minta satu harapan lagi buat kakakku, Edward
dan jangan biarkan musim dingin berlalu tanpa satu harapan lagi untuknya.
Aku meminta untuk harapanku, demi keajaiban yang telah lama kutunggu. ”

***

Ini hari kedua pada waktu yang telah divonis oleh dokter Rogers tentang kesempatan terakhir buat Edward.
Pukul 23.45…
Edwin masih berdiri di depan jendela. Musim dingin masih berlangsung.
Dia tak berani tidur. Keajaiban itu belum datang.
“Ya, Bapa kepada-Mu kuserahkan harapanku…” gumamnya.
Dia berpaling ke arah manusia yang telah terbaring hampir sebulan itu. Pucat, tanpa tanda-tanda kehidupan. Dirasakannya butiran air hangat mengalir di pipinya, di musim dingin malam itu… Dia menghela napas dalam-dalam. Melangkah ke tempat Edward berbaring, perlahan berbisik ke telinganya.
“Jika kau sudah bangun, bangunkan aku besok pagi… ”
Seperti mimpi; ketika ia berbalik, terdengar suatu suara yang sangat halus.
“Edwin…”
Dia berpaling. Seperti masih tak percaya, dia kembali ke tempat tidur Edward.
“Edward, kau bangun? Kau bangun, Edward? (Dia tertawa bahagia.) Kupikir kau tak akan kembali lagi…”
“Memangnya aku pergi kemana…?”
“Bodoh kau, Edward! Kakak macam apa kau? Kau meninggalkan kami hampir sebulan! ” (Dia masih tertawa bahagia.)
Edward menatap haru kepada Edwin.
“Edwin, aku harap aku kembali…”

***



Sabrina, 2006